Beasiswa?kenapa tidak...

 Pusat Info Beasiswa

Sabtu, 21 September 2013



Islam, Agama dan Peradaban[1]


            Berbicara Islam, ibarat mengarungi samudera luas yang tidak pernah ada tepinya, bahkan akan banyak dihiasi dengan keindahan, walaupun terkadang akan ditemukan juga beberapa nuansa yang akan membuat romantisme hilang.
            Dan tidak cukuplah selembar bahkan satu fahras bahasan yang akan menyempurnakan pembahasan Islam.
            Islam berasal dari akar kata Salima (selamat), sedangkan pemeluknya disebut Muslim (terselamatkan). Dari definisi harifiahnya saja kita bisa memahami bahwa Islam mengajak pada keselamatan. Berdasarkan ajaran Islam, tujuan hidup manusia tidak hanya selamat di dunia saja, tapi juga di akhirat[2].
            Adalah Muhammad bin Abdullah seorang Rasul yang diutus membawa risalah Islam. Islam dalam pandangan kacamata siapapun merupakan agama yang fenomena, sebab hanya di sebarkan melalui fase yang paling singkat, yakni 23 tahun saja, hal ini dihitung sejak diwahyukan Al-Quran yang merupakan azas dan pondasi Islam. Dengan masa kaderisasi hanya 23 tahun saja, Islam menjadi agama yang fantastis,  karena hampir menguasai sepertiga belahan dunia. Akan tetapi hal ini terkadang menimbulkan pro dan kontra, sebab  penyebaran Islam dinilai lebih banyak menggunakan pedang (berperang) dari pada dengan cara lain seperti melalui ahwal, perdagangan, perkawinan maupun kesadaran karena melihat realita kebenaran ajarannya.
            Namun ditangah konspirasi tersebut, yang patut kita fahami adalah pengakuan sebagian sejarawan bahwa Rasulullah dalam menyebarkan Islam menggunakan pendekatan kultural, dengan tujuan mengakrabkan teori agama dengan tahapan – tahapan tertentu sehingga Islam bisa diterima dengan tangan terbuka[3].
            Adapun agama sering difahami sebagai aturan, artinya seorang pemeluk agama diharuskan patuh pada aturan yang diberikan oleh pembawanya. Jadi agama memiliki norma-norma yang harus diikuti pemeluknya, tapi tidak jarang agama dianggap hanyalah pikiran masusia yang menghantui dan membatasi pola dan tingkah laku pemeluknya.
            Terkadang agama diidentikkan dengan sopan santun dan kasih sayang, sebab poin utama nilai beragama terlihat pada sopan santun dan kasih sayang.
            Maka pada nilai positif dari semua agama adalah melakukan tradisi yang baik dan di kembangkan supaya menjadi konsistensi dalam hidup manusia. Hal ini akan menarik bila dihubungkan dengan ungkapan bijak Muhammad Abduh untuk direnungkan bersama:

Nata’âwan ‘alâ mâ nattafiq, wa natasâmah fîmâ nakhtalif”.
Mari kita bahu-membahu dalam hal-hal yang disepakati dan bersikap toleran dalam hal-hal yang menjadi perbedaan pendapat[4].

            Sedangkan peradaban (Hadhaarah, Civilization) memiliki ide utama kemajuan, baik kemajuan moral, keilmuan, tekhnologi dan lain-lain. Dan seperti kata pepatah ; tak ada gading yang tak retak, peradaban memiliki dua sisi berbeda. Pertama, peradaban yang dibangun untuk kemajuan dan terus menunjukkan diri bisa konsisten serta lebih berkembang. Kedua, peradaban yang dirancang better namun semakin lama semakin terkikis dan hancur tak tersisa, bahkan sejarahpun hanya mendengar ceritanya saja tanpa mampu menyaksikan keberadaannya yang nyata.

Karakter Peradaban Islam
            Islam yang dalam sejarahnya memiliki masa keemasan pada setiap generasi memiliki beberapa ciri khas tersendiri. Baik pada masa jahily, shadrul Islam, dinasti Umayyah, dinasti Abbasiyah, kerajaan-kerajaan kecil, dinasti Turki Ustmani hingga periode kontemporer.
            Akan tetapi bila ditarik benang merah kesamaannya, ada beberapa karakter peradaban yang melekat dan seakan-akan menjadi ruh Islam.
            Misalnya tradisi keintelektualan dari berbagai aspek keilmuan seperti gramatikal bahasa, sastra, matematika, filsafat, astronomi, kedokteran, arsitektur dan lain-lain. Hal ini dipelopori Ali bin Abi Thalib hingga pada masa pertengahan melahirkan Ibnu Khaldun, Ibnu Arabi, Al-Farabi, Al-Khawarizm, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd dan lain-lain sampai masa kontemporer seperti Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, M. Iqbal, Yusuf Qardhawi sampai Said Ramadhan al-Buthi[5].
            Selain itu, tradisi militer dan keprajuridan merupakan kebanggaan tersendiri, dimulai dari kisah heroic Umar al-Faruk dan Khalid bin Walid di zaman klasik, Thariq bin Ziyad, al-Hajjaj dan Shalahuddin al-Ayyubi pada masa pertengahan hingga Muammar al-Khadaffi di era kontemporer.
            Kemahiran dalam hal administrasi seperti penataan kota, birokrasi dan pengelolaan kas negara (bayt al maal) merupakan warisan peradaban Islam yang tidak bisa kita pungkiri, walaupun ada beberapa sejarawan yang menilai bahwa hal ini adalah bawaan dari kebudayaan Persia yang era keemasannya lebih dahulu muncul, dan kemudian diadopsi oleh peradaban Islam
            Disamping itu, peradaban Islam juga dikenal dengan revolusi gender. Dimana Rasulullah dikenal telah memprakarsai penghapusan peradaban jahily yang tidak relevan dengan nilai kesetaraan. Misalnya mengubur bayi perempuan, menjadikan perempuan warisan dan menolak keberadaan perempuan dalam bias hak waris serta adat menceraikan perempuan secara tidak layak[6].

Kesimpulan
            Agama Islam dan peradaban tidak bisa dipisahkan, bisa dikatakan keduaya seperti ruh dan jasad, artinya bila dipisahkan hanya akan menghadirkan hantu atau bangkai. Maka jika kita hendak mengetahui peradaban dunia, otomatis Islam memiliki nilai otentik positif yang tidak bisa dipisahkan, sebaliknya bila kita ingin mengenal Islam lebih dalam, maka peradaban yang dinikmati dunia sekarang adalah contoh kecil ‘goresan pena’ yang pernah dilukiskan Islam dan menjadi sumbangsih besar pada dunia.
            Karakter peradaban Islam bisa kita kenal dengan nilai keintelektualan diberbagai disilpin ilmu, militer, administrasi hingga bias gender. Meskipun secara sadar atau tidak beberapa karakter peradaban Islam kini mulai merangkan mengiblat pada dunia barat, sebab sumber daya yang dimiliki intelektual muslim semakin terkikis oleh zaman.   



[1] Ditulis sebagai tugas Resume Harian Matakuliah Sejarah Peradaban Islam yang diampu oleh Dr. Muhammad Wildan, MA.

[2] Siti Maryam Dkk, Sejarah Peradaban Islam ; Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta : LESFI, 2002) Hal. 39

[3] Ahwan Mukarrom, Sejarah Kebudayaan Indonesia II, (Surabaya: Adab IAIN Sunan Ampel Preaa, 1992) Hal.  19

[4] Abdullah Hakam Shah, Islam Transnasional ; Dari Ancaman Menjadi Alternatif  (Surabaya:Jurnal FKMSB Vol III, 2009) Hal. 3

[5] Siti Maryam Dkk, Sejarah Peradaban Islam ; Dari Masa Klasik Hingga Modern, Hal. 75

[6] Sahiron Syamsuddin Dkk, Islam, Tradisi dan Peradaban, (Yogyakarta : Bina Mulia Press, 2012) Hal. 204

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

huh,