Beasiswa?kenapa tidak...

 Pusat Info Beasiswa

Kamis, 01 Desember 2011

'Asyuraa

Hukum Puasa ‘Asyura

Para ulama sepakat bahwa hukum puasa ‘Asyura adalah sunnah Nabi bersabda :

{ هذا يوم عاشوراء, وأنا صائم فيه, فمن شاء صام ومن شاء أفطر {

“ Hari ini adalah hari ‘Asyura, dan saya puasa pada hari tersebut, siapa yang suka maka hendaklah dia puasa dan siapa yang suka dia berbuka “

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :

“ Disunnahkan bagi yang puasa pada hari ‘Asyura untuk berpuasa pada tanggal sembilannya, karena hal tersebut adalah perintah rasulullah saw yang paling akhir”.

Keutamaan Puasa ‘Asyura.

Terdapat riwayat dalam shahih Muslim dari Abi Qatadah bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah saw tentang puasa ‘Asyura, maka beliau bersabda : “Saya berharap agar Allah menghapus dosa-dosa setahun sebelumnya “.

Beberapa keutamaan puasa Asyura diantaranya:

ü Akan mendapatkan ganjaran puasa sebuan penuh, sebagaimana hadits Abdullah bin Amr bin Ash radialluhanhu, dia berkata, Rasulullah saw bersabda : “tiga hari pada setiap bulan bagaikan puasa selamanya “.

ü Dapat menghapus dosa-dosa setahun penuh, berdasarkan hadits Qatadah radiallahunhu, dia berkata, Rasulullah saw bersabda : ”Dan hari ‘Asyura dapat menghapus (dosa-dosa) setahun sebalumnya “.

Beberapa Peristiwa Yang Terjadi Pada Asyura

Kamis, 17 Maret 2011

Sastra, Masyarakat dan Budaya

A. Pengertian Sastra, Masyarakat dan Budaya
Tidak bisa dipungkiri bahwa untuk memahami segala sesuatu, siapapun harus mengetahui definisinya, begitu pula bila kita hendak memahami sastra, masyarakat dan budaya. Sebenarnya tiga unsur yang sangat sinkron ini merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan sebab antara ketiganya tidak jauh berbeda dengan bahasa dan sastra, yaitu tergambar seperti jasad dan roh , artinya bila ketiganya dipisahkan maka seperti jasad tanpa roh (baca : mati) atau sebaliknya seperti roh tanpa jasad (baca : hantu)
Maka berikut adalah definisi sastra, masyarakat dan budaya :
a. Sastra
Sastra (शास्त्र) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta śāstra, secara harfiyah berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, adapun secara istilah sastra adalah kegiatan seni yang mempergunakan bahasa dan garis simbol- simbol lain sebagai alai, dan bersifat imajinatif. Ada tiga pengelompokan sastra yang berkaitan dengan pengertian sastra, yaitu ilmu sastra, teori sastra, dan karya sastra.
 Ilmu sastra adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki secara ilmiah berdasarkan metode tertentu mengenai segala hal yang berhubungan dengan seni sastra. Ilmu sastra sebagai salah satu aspek kegiatan sastra meliputi Teori sastra (cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang asas-asas, hukum-hukum, prinsip dasar sastra, seperti struktur, sifat-sifat, jenis-jenis, serta sistem sastra), Sejarah sastra, (ilmu yang mempelajari sastra sejak timbulnya hingga perkembangan yang terbaru) dan Kritik sastra (ilmu yang mempelajari karya sastra dengan memberikan pertimbangan dan penilaian terhadap karya sastra. Kritik sastra dikenal juga dengan nama telaah sastra) serta Filologi, yaitu cabang ilmu sastra yang meneliti segi kebudayaan untuk mengenal tata nilai, sikap hidup, dan semacamnya dari masyarakat yang memiliki karya sastra.
 Seni sastra adalah proses kreatif menciptakan karya seni dengan bahasa yang baik, seperti puisi, cerpen, novel, atau drama

b. Masyarakat
Masyarakat berasal dari akar kata bahasa Arab syaraka yang artinya ikut serta atau berpartisipasi , secara definitive masyarakat adalah kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan kegiatan sosial
Masyarakat dalam kajian ini ditekankan sebagai penikmat dan komentator sastra melalui budaya natural alami berdasarkan lingkup sosial didalamnya. Sebab bagaimanapun nilai-nilai kemayarakatan minimal akan dicerminkan dan diekspresikan oleh sastrawan
Ciri - ciri masyarakat adalah
1. Berangotakan minimal dua orang.
2. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan.
3. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat.
4. Menjadi sistem hidup bersama, menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan

c. Budaya
Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia , ada perbedaan mencolok antara budaya dan kebudayaan yaitu budaya ialah berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa serta rasa
Budaya maupun kebudayaan sangat erat kaitannya dengan bahasa, kepercayaan, nilai, norma, perilaku dan bahkan obyek material yang di wariskan dari suatu generasi ke generasi berikutnya
Maka untuk memahami budaya kita harus melihat sistem ide gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social, religi, seni, sastra dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat

B. Hubungan (Keterkaitan) Antara Sastra, Masyarakat dan Budaya

 Hubungan Antara Sastra dan Masyarakat
Keterkaitan antara sastra dan masyarakat bisa kita lihat dari sudut pandang terkecil, ilustrasinya yaitu pertama, sastra merupakan keindahan yang diungkapkan dengan bahasa yang pendengar, penikmat, konsumen dan penerimanya adalah masyarakat. Kedua, sastrawan atau penyair adalah bagian dari masyarakat dan mendapat pengakuan dari masyarakat pula. Maka beberapa ahli menuturkan hubungan antara sastra dan masyarakat bisa dilihat dari ciri-ciri :
1. Sastra dipelajari berkaitan dengan masyarakat
2. Sastra terjadi dalam konteks sosial
3. Sastra mencerminkan dan mengekspresikan kehidupan bermasyarakat
4. Sastra hanya berkaitan kemasyrakatan seperti percintaan, ekonomi dan politik
5. Memakai istilah yang mengacu pada berbagai aktifitas masyarakat

 Hubungan Antara Sastra dan Budaya
Bila kita pernah mengkaji novel masyhur Siti Nurbaya karya Marah Rusli, maka secara otomatis akan bisa memahami hubungan keterkaitan antara sastra dan budaya. Mengapa? Sebab novel klasik ini mampu membuka pola pikir masyarakat kita yang sejak zaman dahulu mengenal budaya kawin paksa. Novel tersebut memberikan kesan kepada pembaca bahwa kawin paksa merupakan suatu hal yang negatif. Banyak hal-hal negatif yang muncul akibat proses kawin paksa.Nah, maka dengan adanya novel tersebut pola pikir masyarakat cenderung berubah. Terutama dalam segi kehidupan berkeluarga.

 Hubungan Antara Masyarakat dan Budaya
Sebagai masyarakat Indonesia, tentunya kita pernah mendengar istilah ‘jam karet’ yang mana asumsinya adalah waktu yang terus-menerus molor. Ini merupakan contoh kecil hubungan antara masyarakat dan budaya di Indonesia, sebab bila bercermin pada negara lain, bisa dipastikan budaya (baca : kebiasaan) seperti ‘jam karet’ dipastikan tidak ada. Kenapa hal ini bisa terjadi? Jawabannya jelas karena antara kebiasasaan masyarakat yang bertele-tete sudah ‘membumi’ pada budaya kita. Jadi hal ini sesuai dengan teori ilmuwan Linguistik Edward Sapir bahwa budaya masyarakat bisa dipastikan dengan kebiasaannya

Minggu, 06 Maret 2011

Telaah Teori Sinkronik dan Diakronik

Aliran telaah Sinkronik dan Diakronik di prakarsai oleh Ferdinand de Saussure seorang dosen di Universitas Jenewa pada medio 1906 sampai 1911[1] yang juga dikenal sebagai Bapak Linguistik Modern

Secara harfiyah Sinkronik berasal dari Bahasa Yunani (dengan akar kata syn = bersama dan khronos = waktu) yang artinya mempelajari suatu bahasa pada suatu kurun waktu saja[2] misalnya, nama kota Djember pada masa zaman Nippon (sekarang menjadi Jember[3])

Sedangkan Diakronis (yang juga berasal dari Bahasa Yunani dia = melalui dan khronos = waktu) pengertiannya adalah mempelajari suatu bahasa sepanjang masa, artinya selama bahasa itu masih digunakan oleh penuturnya, seperti contoh bahasa melayu klasik yang menggunakan imbuhan Mer sekarang sudah diganti Me dan Ber

Melihat definisi kedua teori ini maka bisa disimpulkan bahwa untuk mempelajari bahasa jauh lebih sulit menggunakan teori diakronik sebab harus mengetahui asal mula sebuah akar kata, terlebih hal ini nantinya berhubungan dengan dialek

Akan tetapi sebagai pengamat tentunya kita bisa mengambil sisi plus dan minus dari dua teori yang dimuat dalam buku Course de Linguistique Generale karya Ferdinand de Saussure. Misalnya sisi plus minus tersebut dalam meneliti Bahasa Indonesia dengan teori sinkronis di era Jepang, maka kemudahan peneliti adalah spesifik pada masa tersebut tanpa harus melihat Bahasa Indonesia pada kurun waktu di jajah Belanda atau pasca merdeka. Nah, sisi minus meneliti Bahasa Indonesia dengan teori diakronis adalah sangat rumit karena harus mengetahui perkembangan bahasa sejak zaman Sriwijaya, sebab harus mengetahui sebab-musabbab adanya sebuah bahasa tersebut sehingga dituturkan menjadi kata[4]

Inilah teori yang bila dikritisi dan dikomentari pasti memiliki penilaian tersendiri karena pada setiap masa akan ditemukan metode baru dengannya



[1] Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta:Rieneka Cipta Cet 3, 2007) Halaman 346

[2] J.W.M Verhaar, Pengantar Lingguistik (Yogyakarta:Gadjah Mada University Press Cet 18, 1992) 7

[3] Hal ini terjadi karena ada hubungan antara bunyi

[4] Paper ini bisa dilihat pada diary dunia maya www.abdullahhanani.blogspot.com