Beasiswa?kenapa tidak...

 Pusat Info Beasiswa

Sabtu, 18 Desember 2010

Ta`lif al-ulum al-islamiyah

Pembahasan

A. Perkembangan Karya Tulis Islam

Karya tulis yang bernuansa Islam pertama kali sebenarnya telah dilakukan sejak era Kekhalifahan Ali RA. Hal itu dilakukan setelah khalifah melihat banyaknya masyarakat yang melakukan kesalahan saat membaca Alquran. Beliau meminta Abu Al-Aswad Al- Du’ali[1] untuk menyusun tata bahasa (grammar) Bahasa Arab. Setelah itu muncullah Khalil bin Ahmad yang menulis Kitab al- Ayn. Selanjutnya ada Sibawaih merupakan yang menulis tata Bahasa Arab yang sangat populer yang berjudul al-Kitab.

Setalah itu Sejarah mencatat bahwa karya tulis dan sastra sangat berkembang pesat di era keemasan Islam karena mendapat perhatian dengan di beri anugrah gaji dan tunjangan hidup yang amat besar dari para penguasa Muslim Tak heran bila di zaman itu muncul sastrawan Islam yang terkemuka dan berpengaruh. Hal ini terjadi pada era kekuasaan Dinasti Umayyah sampai Dinasti Abbasiyah,maka gaya hidup orang Arab yang berpindah-pindah mulai berubah menjadi budaya hidup menetap dan bergaya kota.

Karya tulis dan Sastra makin berkilau menjadi primadona pada abad ke-8 M. tepatnya saat masa keemasan kebudayaan serta perniagaan Islam terjadi pada saat Khalifah Harun Ar-Rasyid dan puteranya Al-Ma’mun berkuasa. Sehingga Pada era itu, karya tulis dan sastra mulai menempati tempat yang terhormat.

Para penulis dan sastrawan di era itu tak hanya menyumbangkan kontribusi penting bagi perkembangan sastra di zamannya saja. Namun juga turut mempengaruhi perkembangan karya tulis dan sastra di Eropa, sampai-sampai tidak sedikit karya tulis dan sastra Arab di Terjamah ke berbagai macam bahasa. [2]


B. Aliran Karya Tulis Islam

Kekayaan khazanah islam tidak hanya pada keluhuran agamanya saja namun juga dicerminkan dengan aliran karya tulis Islam yang sudah lahir sejak Islam berjaya. Berikut Aliran-aliran karya tulis Islam :

· Sastra Fiksi

Di dunia Arab, terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara al-fusha bahasa berkualitas) dengan al-ammiyah atau al-lughah al-takhatub[3] (bahasa orang biasa). Tak banyak penulis yang menuliskan ceritanya dalam al-ammiyah atau bahasa biasa. Hal itu bertujuan agar karya sastra bisa lebih mendidik ketimbang menghibur.

Sebagian besar kesusasteraan Arab terdahulu mayoritas didominasi oleh puisi. Bahkan bentuk prosa pun pada periode itu kerap diwarnai dengan puisi atau prosa bersajak. Tema puisi Arab berkisar antara sanjungan dan puji-pujian terhadap seseorang sampai 'menyerang’ orang lain. Selain itu, tema yang kerap kali ditampilkan dalam puisi Arab tentang keagamaan dan mistik hingga puisi yang mengupas tentang seks dan anggur.

· Sastra Non Fiksi

Akhir abad ke-9 M, Ibnu Al-Nadim – seorang penjual buku terkemuka di Baghdad – mengoleksi hasil studi sastra Arab. Koleksi karya sastra Arab yang berkembang saat itu dituliskannya dalam sebuah katalog yang berjudul Kitab Al-Fihrist. Salah satu bentuk sastra non-fiksi yang berkembang di era kekhalifahan Abbasiyah yang berbentuk kompilasi.

Kompilasi itu memuat rangkuman fakta, gagasan, kisah-kisah seperti pelajaran, syair dengan topik tertentu. Selain itu bisa pula merangkum tentang rumah, taman, wanita, orang-orang tuna netra, binatang hingga orang kikir. Tiga kompilasi yang termasyhur ditulis oleh Al-Jahiz. Koleksi yang ditulis Al-Jahiz itu terbilang sangat penting bagi siapa saja, mulai dari orang rendahan hingga pengusaha atau orang terhormat.

· Biografi

Selain menulis biografi Nabi Muhammad SAW, karya sastra Arab lainnya yang berhubungan dengan biografi ditulis oleh Al-Balahudri lewat Kitab Ansab Al-Ashraf. Selain itu, karya kesusateraan Arab lainnya dalam bentuk biografi ditulis oleh Ibnu Khallikan dalam bentuk kamus biografi. Lalu disempurnakan lagi oleh Al-Safadi lewat Kitab Al-I’tibar yang mengisahkan Usamah bin Munqidh dan pengalamannya saat bertempur dalam Perang. Karya sastra lainnya yang berkembang di dunia Arab adalah buku tentang perjalanan. Ibnu Khurdadhbih merupakan orang pertama yang menulis buku perjalanannya sebagai seorang pegawai pos di era kekhalifahan. Buku perjalanan lainnya juga ditulis oleh tokoh-tokoh terkemuka lainnya seperti Ibnu Hawqal, Ibnu Fadlan, Al-Istakhri, Al-Muqaddasi, Al-Idrisi dan yang paling terkenal adalah buku perjalanan Ibnu Batuttah yang berjudul Ar-Rihla.

· Diary

Arab pertama kali ditulis sebelum abad ke-10 M. Penulis diari yang paling terkemuka adalah Ibnu Banna di abad ke-11 M. Buku harian yang ditulisnya itu disusun sangat mirip dengan catatan harian modern.

· Maqamat

merupakan salah satu genre sastra Arab yang muncul pada pertengahan abad ke-10 M. Maqamat merupakan sebuah anekdot yang menghibur yang diceritakan oleh seorang pengembara yang menjalani hidupnya dengan kecerdasan. Maqamat ditemukan oleh Badi’ al-Zaman al- Hamadhani.

· Romantisme

Arab contohnya adalah Majnunu Layla. Karya romantis ini membawa kenangan di era Kekhalifahan Abbasiyah pada abad ke-7 M. Kisah yang diceritakan dalam syair itu, konon telah menginspirasi lahirnya kisah percintaan yang tragis yakni Romeo- Juliet bahkan Syamsul Bahri-Siti Nurbaya


· Fiqh, Tauhid dan Tasawwuf

Perlu diketahui bahwa Sumber utama Islam adalah Al-Quran yang didalamnya terdapat penjelasan tentang berbagai disiplin ilmu, namun setelah roda perkembangan zaman agar tercipta keefektifan dari berbagai lini maka timbullah ide dari ulama kala itu untuk memisahkan disiplin ilmu masing-masing agar tercipta nuansa khas dalam setiap halaqah halaqah yang waktu itu merupakan system utama kegiatan belajar mengajar di Timur Tengah.

Beberapa pengamat menilai bahwa pertama kali yang mendeklaraasikan dibukukannya ilmu tauhid ialah Abu al-Hasan al-Asy`ary dan Mansur al-Maturidzy, adapun ilmu tasawwuf di prakarsai oleh Imam Ghazali[4]

C. Tokoh – Tokoh Mu`allif al-Ulum al-Islamiyah[5]

1. Rabiah al-Adawiyah (w. 764 M) dan Totalitas Cintaanya

Sebelum masa Rabiah al-Adawiyah datang, mistisisme Arab cenderung masih berupa gerakan yang benar-benar mementingkan kehidupan akhirat dan menafikan dunia. Hidup para orang-orang sufi identik dengan kesederhanaan bahkan kemelaratan minim keindahan. Mereka berkelana dengan baju wool yang pada umumnya terlihat lusuh. Menyendiri dan jarang beraktivitas bersama masyarakat. Dalam hubungannya dengan Tuhanpun mereka mengandalkan tawakal dan takwa. Rabiah al-Adawiyah datang dan sedikit demi sedikit merubah pandangan tersebut dengan sajak dan munajat-munajat yang ia lantunkan pada Allah, benih-benih Cinta mulai tumbuh di dalam tasawuf.

Rabiah yang sejak kecil sudah terbiasa hidup menderita, mencari-cari hakikat hidup yang ia jalani. Sambil meneruskan usaha ayahnya menyeberangkan orang dengan perahu yang diwarisinya, ia tetap selalu beribadah pada Allah setiap saat. Kian hari kian ia semakin khusuk beribadah pada Allah,


ia mencari ridha-Nya. Namun, ia tetap dalam kepedihan dan kesedihan karena merasa masih jauh dengan apa yang dicarinya. Ketika sedang khusuk tiba-tiba didengarlah suara menyebut namanya. “Rabiah janganlah engkau bersedih hati. Pada hari kiamat nanti orang-orang shaleh akan menaruh hormat padamu.

Karyanya yang sangat terkenal adalah gubahan syair :

Tuhan, bila aku memujaMu karena SurgaMu

Maka jauhkanlah Surga dariku

Tuhan, bila aku memujamu karena takut pada nerakaMu

Maka lemparkanlah aku pada nerakaMu[6]

2. Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i

Ia berkuniah Abu Hamid karena salah seorang anaknya bernama Hamid. Gelar beliau al-Ghazali ath-Thusi berkaitan dengan ayahnya yang bekerja sebagai pemintal bulu kambing dan tempat kelahirannya yaitu Ghazalah di Bandar Thus, Khurasan, Persia (Iran). Sedangkan gelar asy-Syafi'i menunjukkan bahwa beliau bermazhab Syafi'i. Ia berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya mempunyai cita-cita yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim dan saleh. Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Ia pernah memegang jawatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat pengajian tinggi di Baghdad. Imam Al-Ghazali meninggal dunia pada 14 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriah bersamaan dengan tahun 1111 Masehi di Thus. Jenazahnya dikebumikan di tempat kelahirannya.

Imam al-Ghazali mempunyai daya ingat yang kuat dan bijak berhujjah. Ia digelar Hujjatul Islam karena kemampuannya tersebut.


Ia sangat dihormati di dua dunia Islam yaitu Saljuk dan Abbasiyah yang merupakan pusat kebesaran Islam. Ia berjaya menguasai pelbagai bidang ilmu pengetahuan. Imam al-Ghazali sangat mencintai ilmu pengetahuan. Ia juga sanggup meninggalkan segala kemewahan hidup untuk bermusafir dan mengembara serta meninggalkan kesenangan hidup demi mencari ilmu pengetahuan. Sebelum beliau memulai pengembaraan, beliau telah mempelajari karya ahli sufi ternama seperti al-Junaid Sabili dan Bayazid Busthami. Imam al-Ghazali telah mengembara selama 10 tahun. Ia telah mengunjungi tempat-tempat suci di daerah Islam yang luas seperti Mekkah, Madinah, Jerusalem, dan Mesir. Ia terkenal sebagai ahli filsafat Islam yang telah mengharumkan nama ulama di Eropa melalui hasil karyanya yang sangat bermutu tinggi. Sejak kecil lagi beliau telah dididik dengan akhlak yang mulia. Hal ini menyebabkan beliau benci kepada sifat riya, megah, sombong, takabur, dan sifat-sifat tercela yang lain. Ia sangat kuat beribadat, wara, zuhud, dan tidak gemar kepada kemewahan, kepalsuan, kemegahan dan mencari sesuatu untuk mendapat ridha Allah SWT.

Karya-karya beliau sangat banyak, seperti Al-Munqidh min adh-Dhalal, Al-Iqtishad fi al-I`tiqad, Al-Risalah al-Qudsiyyah, Kitab al-Arba'in fi Ushul ad-Din, Mizan al-Amal, Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf Ulum al-Akhirah dan maha karya Ihya` ulum al-dien

3. Ibnu Rusyd (Averroes)

Abu Walid Muhammad bin Rusyd lahir di Kordoba pada tahun 520 Hijriah. Ayah dan kakek Ibnu Rusyd adalah hakim-hakim terkenal pada masanya. Ibnu Rusyd kecil sendiri adalah seorang anak yang mempunyai banyak minat dan talenta. Dia mendalami banyak ilmu, seperti kedokteran, hukum, matematika, dan filsafat.

Karya-karya Ibnu Rusyd meliputi bidang filsafat, kedokteran dan fikih dalam bentuk karangan, ulasan, essai dan resume. Hampir semua karya-karya Ibnu Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Ibrani sehingga kemungkinan besar karya-karya aslinya sudah tidak ada. Namun karya paling masyhurnya adalah perdebatan dengan al-Ghazali yang berjudul al-tahaffut al-falasifah

[7]



[1] Ahmad bin Ahmad bin Abdul Bari, Kawakib al-Dzurriyat, (Surabaya:Dar al-Ilm, tt) Hal 4

[3] Bayan Afif Buthami (Drs.M.Ag) pada tanggal 12 – 11 – 2010

[4] Tim Penyusun Studi Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar Studi Islam, (Surabaya:IAIN Surabaya Press, 2004) 170

[5] www.wikipedia.co.id (biografi tokoh)

[6] Ibnu Syamsul El-Fikry, Warna 1001 Makna, (Sumenep:Al-Amien Press, 2006) 9

[7] Bisa di unduh pada dunia maya penyusun www.abdullahhanani.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

huh,