PENDAHULUAN
"Mahluk yang bernama Manusia itu agaknya gila. Ia mustahil dapat menciptakan seekor ulat sekalipun, tapi ia menciptakan lusinan tuhan." (Montaigne)
Kata mutiara ini bisa mewakili bagaimana kuatnya karya sastra dapat pengubah aspek – aspek ekonomi, politik, sosial dan religi seantero jazirah Arab. Sejarah mencatat kesusastraan Arab mengenal dua tradisi sastra yang kokoh dan kuat, yaitu prosa dan puisi. Keduanya tumbuh dalam lingkungan yang baik. Puisi, sebagai salah satu generasi sastra yang paling banyak digandrungi mencapai puncak penghargaan di festival Ukkaz (pasar tempat dikonteskannya pagelaran sastra). Karya para maestro itu lalu tersebar luas di masyarakat melalui rantai transmisi secara lisan bahkan yang terbaik akan memiliki kehormatan menampilkan karyanya di ka`bah
Beberapa diantara sastrawan maupun penyair telah mewarnai sastra Arab serta mengukuhkan dirinya dengan torehan emas melalui karyanya dan menjadi pembangkit semangat bagi generasi esok
Para penyair pada masa jahiliyah mempunyai posisi sosial yang tinggi, mereka termasuk para elite yang sangat diperhitungkan dalam kabilah sebab dengan puisi mereka mengungkapkan kebesaran kabilah dengan puisi pula mereka lawan tipu daya musuh. Kekuatan puisi bisa mengobarkan semangat juang di masa perang, tetapi sekaligus dapat menciptakan suasana teduh dalam masyarakat. Karena posisi penyair yang demikian itu maka kabilah - kabilah sangat bangga serta sangat menghormati para penyair yang muncul di kabilahnya. Penjamuan bagi para penyair sangat besar. Sebagai elit, mereka mempunyai kelebihan, baik dalam segi pengetahuan, wawasan maupun dalam segi pengaruh di tengah-tengah masyarakat, berikut biografi diantara beberapa sastrawan maupun penyair yang masyhur pada masanya[1]
PEMBAHASAN
A. Biografi dan sepak terjang sastrawan
1. Muhalhil bin Rabi`At Taghlabiy
Sebenarnya ia bernama lengkap ‘Adi bin Rabi’ah, hidup pada pertengahan abad kedua dia inilah yang pertama kali menyempurnakan syair Arab dalam bentuk kasidah dengan bermacam wazan atau timbangan dan qafiyah atau ritme. Dianggap demikian karena dari sekian banyak syair Arab yang ditemukan hanyalah sampai pada zaman Muhalhil saja dan itupun hanya tersisa tiga puluh bait saja. Walupun demikian tidak berarti bahwa permulaan timbulnya syair dimulai dari zaman Muhalhil. Bahkan lama sebelum itu syair Arab telah ada, hanya saja syair Arab tradisional sebelum Muhalhil telah lenyap. Hal ini dikuatkan oleh penyair jahiliyah sendiri yang mengatakan bahwa sebelum masa Muhalhil bangasa Arab telah mengenal syair
Muhalhil memprakarsai puisi dengan tujuan[2] :
ü An-Nasib (menyebut kerinduan tentang wanita dan keindahannya, mensifatkan kepergian dan kedatangannya)
ü Al-Fakhr (memuji diri sendiri atau golongan yang membicarakan tentang kemuliaan-kemuliaan, asal-usul kabilah, kekayaan serta keturunan suatu kabilah)
ü Al-Madh (memuji seseorang yang mempunyai kelebihan, seperti pemikiran yang kuat, keadilan seseorang, serta keberanian seseorang)
ü Ar-Ratsa’ (menyebutkan orang yang telah meninggal, isi puisinya menampakkan kekagetan dan kesusahan atas meninggalnya orang)
ü Al-Hija’ (membicarakan kejelekan seseorang atau kabilah dan mengingkari adanya kemuliaan)
ü Al-I’tidzar (menolak tuduhan yang dilemparkan kepadanya dan meminta belas kasihan dengan mengemukakan alasan-alasan)
ü Al-Washf (menjelaskan suatu keadaan menurut kedudukannya, untuk mendatangkan dalam fikiran, sehingga orang yang mendengar seakan melihat dan merasakannya)
ü Hikmah dan Mutsul (puisi ringkas mengandung hukum yang dapat diterima oleh akal, atau pengalaman yang penuh dengan nasehat dan tidak berlebihan)
2. Imraul Qais
Imraul bin Qais. Nama lengkapnya adalah hundaj bin Hajar bin Haris al-Kindy. Penyair Yaman dan kepala penyair jahiliyah. Dia berada dalam asuhan ayahnya yang merupakan seorang raja dari Bani Najd. Sebagai anak seorang raja dia lebih sering bertindak semena – mena dan Lebih sering menghabiskan waktunya untuk minum minuman keras, bersenang-senang dengan perempuan serta dengan terang-terangan berbuat keji. Ribuan kali dia diberi peringatan oleh sang ayah namun terus membangkang hingga akhirnya dia mendapat hukuman diusir dari istana yang selama ini menjadi simbol keangkuhan[3]
Pengusiran tersebut membuatnya hidup dengan para gelandangan sehingga membuatnya terinspirasi untuk menuliskan keluhan hatinya menjadi syair. Nah, ketika dalam pengusiran tersebut sang ayah terbunuh karena pemberontakan kabilahnya sebab dianggap terlalu tinggi memungut pajak
Imraul Qais hidup terlunta – lunta tanpa kasih sayang dari siapapun sehingga dengan sisa kenekatannya ia memberanikan diri menampilkan karyanya dari pasar ke pasar dengan kondisi ekonomi yang sangat miskin, dia selalu dihina oleh masyarakat pada waktu itu karena keberaniannya melawan para penyair handal nan kaya raya, akan tetapi dengan semangat yang membara dia terus melawan arus sehingga mulai tumbuhlah rasa decak kagum para mustami`in terutama penganut sastra erotic atau ghazzal
Dengan dua peristiwa yang mengguncang jiwanya itu Imraul Qais hanyut dalam aktifitas membuat puisi-puisi yang mayoritas menggunakan tasybih. Lambat laun karyanya mengguncang sampai pada puncaknya memperoleh anugrah peletakan karyanya pada dinding ka`bah yang sering disebut mu`allaqat[4]
Padahal untuk mendapatkan perhargaan mu’allaqat pada masa jahiliyah, syair-syair harus melewati proses penyeleksian dan penilaian dari suatu lembaga tertentu, yang mana lembaga tersebut mempunyai kewenangan dalam menentukan puisi yang berhak untuk mendapat penghargaan mu’allaq atau tidak. Adapun lembaga yang memiliki wewenang untuk menyeleksi adalah lembaga pasar. Sebab, pasar bagi bangsa Arab pada zaman itu bukan hanya sebagai tempat transaksi saja melainkan sebagai tempat untuk mengadakan berbagai atraksi dan festival yang berhubungan dengan seni.
Bagi para penyair, pasar mempunyai nilai yang sangat besar karena di situlah pembacaan puisinya berlangsung di hadapan para hakim yang bertugas memberikan kritik dan penilaian. Sedang yang duduk sebagai hakim adalah para tokoh penyair dari kabilah Quraisy. Pasar-pasar terkenal tersebut adalah Ukkaz, Mijannah dan Dzul Majaz.
Berikut ini beberapa karya Imraul Qais :
قفانبك من ذكرى حبيب و منزل # بسقط اللوى بين الدخول فحومل
فتوضيح فالمقراة لم يعف رسمها # لما نسجتها من جنوب و شمأل
Berhenrilah menangi ketika kita mengingat kekasih, dan rumah tempat kita tinggal dahulu yaitu antara Ad-Dakhul dan Haumal # Dibekas rumah itu terlihat, tapi kadang tertutup pasir yang ditiup angin barat dan angin timur[5]
- Amru bin Kulstum
Nama lengkapnya adalah Abu Aswad Amr bin Kulsum bin Malik at-Taghlabi. Amru merupakan salah satu tokoh dan pemuka Taghlib yang juga seorang algojo. Syair andalannya yang menjadi mu’allaq sangat baik susunan kata - katanya, teratur, jelas artinya, agung tujuannya, dan tidak membanggakan dirinya serta hasil usaha kaumnya. Karena banyak waktu luangnya, maka ia sering mengetuk pintu-pintu orang dan disuruhnya untuk mendengarkan puisinya. Sayang karya penyair ini banyak dilupakan sebab karya – karyanya hanya tergores dalam catatan kecil[6]
Contoh puisi karyanya seperti
ألا حبي بصحبك فسبحنا و لا تبقي خمرالأندرينا
Wahai, bangunlah pagi bersama bejana Janganlah engkau tinggalkan khamer yang tersisa
- Haris bin Hilizah
Dia adalah salah satu pemilik mu’allaq yang terkenal dengan al-wakhidat dan dalam hamasah (membangkitkan semangat) dan fakhr (kebanggaan), Sebagian perawi dan kritikus sastra takjub dengan spontanitas Haris, karena kalam-nya yang panjang, kebijaksanaan susunan-susunannya, banyak kata-katanya yang aneh, dan banyak cabang seni yang dimasukkan pada syairnya, seperti insiden-insiden perang dan cabang seni yang lain, nama panjangnya adalah Haris bin Hilizah al-Yasyhuri al-Bakri[7]
- Zuhair bin Abi Sulma
Nama lengkapnya yaitu Zuhair bin Abi Sulma Rabi’ah bin Riyah al - Muzni. Orang ketiga dari pujangga-pujangga masa pertama jahiliyah, yang ringan perkataannya, kata-katanya paling ringkas, penuh dengan hikmah, dan syair-syairnya paling teratur. Zuhair adalah orang yang sangat hati-hati, sampai ada yang mengatakan bahwa dia membuat qasidah selama empat bulan dan menulis kembali di atas daun kurma selama empat bulan dan dipublikasikan setahun kemudian
Zuhair yang lahir di Ghathfan dalam keadaan keluarga yang memang mahir bersyair sering melantunkan syair pujian dan sanjunga terhadap Haram bin Sanan yang merupakan penguasa daerah Ghathfan, sehingga dari hal inilah dia mendapatkan hadiah dari penguasa tersebut[8]
Berikut beberapa contoh keindahan yang bisa dinikmati pada karya Zuhair :
فلا تكتمن الله ما في نفوسكم # ليخفى ومهمايكتم الله يعلم
يؤخر فيوضع في كتاب فيدخر # ليوم الحساب أو يعجل فينتقم
Janganlah kamu menyembunyikan sesuatu dalam dirimu, (sebab) bagaimanapun kau sembunyikan Allah tetap akan mengetahuinya. Amal itu akan diberi balasan di akhirat[9]
- Lubabah bin Rabi`
Nama lengkapnya Abu Uqail Labid bin Rabi’ah Al-Amiri, salah penyair piawai terkemuka, pemimpin dan pendekar perkasa yang berusia panjang, dermawan ternama dan orang bijak cendikia. Labid tinggal di Kufah sampai wafat pada masa awal kekhalifahan Muawiyah Labid berusia sampai 130 tahun dan dia dijadikan sebagai barisan penyair jahiliyah meskipun dia mengalami masa Islam lebih dari 40 tahun hal ini karena sebagai mana dikemukakan bahwa dalam masa Islam tidak ada lagi hidup sebagai penyair, bahkan puisinya yang dianggap sah karyanya pada masa Islam hanya satu bait saja. Labid menciptakan puisi ketika dia masih muda belia, dan dalam dia berpuisi berlaku kebiasaan-kebiasaan para bangsawan dan para pendekar.
Dia tidak menjadikan puisi sebagai alat untuk mencari rizki. Puisi-puisinya banyak mengandung akidah keimanan, kata-kata bijak yang benar dan pengajaran yang baik. Dalam dua kitab hadits shahih telah dikukuhkan oleh kesaksian nabi Muhammad SAW padanya dengan sabdanya:
أصدق كلمة قالها شاعر كلمة لبيد ألا كل شىء ما خلا الله باطل
“Sebenar-benar kata yang diungkapkan seorang penyair adalah kata-kata Labid: ingatlah segala sesuatu selain Allah adalah bathil ”.
Dia termasuk penyair yang indah sekali puisi rotsa eleginya dari kalangan para penyair jahiliyah. Ketika Islam lahir dan para utusan bangsa arab datang menghadap Nabi SAW untuk masuk Islam, Labid pun datang untuk menghadap Nabi bersama utusan kaumnya, Labid pun masuk Islam. Kemudian dia kembali ke negerinya dengan Islaman. Dia menjalani hidup sebagai ahli ibadah dan dia hafal Al Quran . Dia meninggalkan berpuisi, sehingga dikatakan bahwa tidak ada puisinya yang diriwayatkan sebagai karyanya setelah dia masuk Islam
Beberapa syairnya seperti :
والمرء يصلحه الجليس الصالح # ما عاتب الحر الكريم كنفسه
Dia tidak mencela orang merdeka seperti dirinya Dan seorang dibuat salih oleh kawannya yang salih[10]
Kesimpulan
Ilustrasi dari biografi singkat ini mencerminkan sebuah kemerdekaan hidup yang hanya bisa dicapai melalui perjuangan karena ibarat mobil yang butuh bahan bakar untuk menjalankannya serta butuh rem untuk mengendalikannya
Daftar Pustaka
Benih Nirwana, Ade . Menilik Khazanah Prosa dan Puisi Arab . Ade Benih Nirwana, Makalah Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Konsentrasi Ilmu Bahasa Arab, Mei 2009
An Najjar , Abdul Halim. Tariekhul Adab Al Arabiy, Kairo Darul Ma`arif,tt
Djamaluddin, Burhan. Kesusastraan Arab Jahiliyah, Surabaya IAIN Sunan Ampel Press, 1999
Daif , Syawqi . Al – Adab Al Arabi Wa Tariekhuhu Al `Ashr Al Jahili, Bairut Dar Al – Fikr, tt
www.masla87.wordpress.com
http://suara-muhammadiyah.com/2009/?p=708
[1] Makalah ini bisa di download di www.abdullahhanani.blogspot.com
[2] Ade Benih Nirwana, Menilik Khazanah Prosa dan Puisi Arab . Ade Benih Nirwana, Makalah Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Konsentrasi Ilmu Bahasa Arab, Mei 2009)
[3] Abdul Halim An Najjar, Tariekhul Adab Al Arabiy, (Kairo:Darul Ma`arif,tt) Halaman 97
[4] Op.Cit
[5] Burhan Djamaluddin, Kesusastraan Arab Jahiliyah, (Surabaya:IAIN Sunan Ampel Press, 1999) Hal. 46
[6] http://suara-muhammadiyah.com/2009/?p=708
[7] Ibid.
[8] Burhan, Kesusastraan Arab Jahiliyah, Hal. 53
[9] Syawqi Daif, Al – Adab Al Arabi Wa Tariekhuhu Al `Ashr Al Jahili, (Bairut, Dar Al – Fikr, tt) Hal. 56
[10] www.masla87.wordpress.com